Pengorbanan
Seorang Suami
Mencari kewajiban |
Kisah ini mungkin banyak di alami oleh seorang laki-laki, apalagi yang sudah jadi bapak,,, sering ketemu tembok besar setiap ada masalah khususnya dalam keluarga,,,,, ini mungkin kisah dari teman yang penulis sendiri lupa siapa dia dan dimana dia sekarang yang pasti kisah ini mungkin menarik dan bisa di ambil hikmahnya...... moga bermanfaat :)
Selasa malam (1 Februari 2005),
Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta, gerimis masih turun. Saya pacu motor
dengan cepat dari kantor disekitar Blok-M menuju rumah di Cimanggis-Depok.
Kerja penuh seharian membuat saya amat lelah hingga di sekitar daerah Cijantung
mata saya sudah benar-benar tidak bisa dibuka lagi. Saya kehilangan konsentrasi
dan membuat saya menghentikan motor dan melepas kepenatan di sebuah shelter bis
di seberang Mal Cijantung. Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 10.25 malam.
Keadaan jalan sudah lumayan sepi.
Saya telpon isteri saya kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan
alasan saya berhenti sejenak.
Setelah saya selesai menelpon baru
saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang ibu muda memeluk seorang anak
lelaki kecil berusia sekitar 2 tahun. Tampak jelas sekali mereka kedinginan.
Saya terus memperhatikannya dan tanpa terasa airmata saya berlinang dan
teringat anak saya (Naufal) yang baru berusia 14 bulan. Pikiran saya terbawa
dan berandai-andai, "Bagaimana jadinya jika yang berada disitu adalah
isteri dan anak saya?"
Tanpa berlama-lama saya dekati
mereka dan saya berusaha menyapanya. " Ibu,ibu,kalau mau ibu boleh ambil
jaket saya, mungkin sedikit kotor tapi masih kering. Paling tidak anak ibu
tidak kedinginan" Saya segera membuka raincoat dan jaket saya, dan
langsung saya berikan jaket saya.
Tanpa bicara, ibu tersebut tidak
menolak dan langsung meraih jaket saya. Pada saat itu saya baru sadar bahwa
anak lelakinya benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.
"Tunggu sebentar disini
bu!" pinta saya. Saya lari ke tukang jamu yang tidak jauh dari shelter itu
dan saya meminta air putih hangat padanya. an Alhamdulillah, saya justeru
mendapatkan teh manis hangat dari tukang jamu tersebut dan segera saya kembali
memberikannya kepada ibu tersebut. "Ini bu,.. kasih ke anak ibu!"
selanjutnya mereka meminumnya berdua.
Saya tunggu sejenak sampai mereka
selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat
"Bapak, terima kasih banyak, mau menolong saya" sesaat kemudian ibu
tersebut membuka percakapan. Ah, tidak apa-apa, ngomong-ngomong ibu pulang
kemana? Tanya saya Saya tinggal di daerah Bintaro tapi...(dia menghentikan
bicaranya), Bapak pulang bekerja ? dia balas bertanya.
"Ya" jawab saya singkat.
"Kenapa sampai larut malam pak,
memangnya anak isteri bapak tidak menunggu? Tanyanya lagi. Saya diam sejenak
karena agak terkejut dengan pertanyaannya.
"Terus terang bu, sebenarnya
selama ini saya merasa bersalah karena terlalu sering meninggalkan mereka
berdua. Tapi mau bilang apa, masa depan mereka adalah bagian dari tanggung jawab
saya. Saya hanya berharap semoga Allah terus menjaga mereka ketika saya
pergi." Mendengar jawaban saya si ibu terisak, saya jadi serba salah.
"Bu, maafkan saya kalau saya salah omong.
Pak kalau boleh saya minta uang
seratus ribu, kalau bapak berkenan? Pintanya dengan sedih dan sopan. Airmatanya
berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak lelakinya.
Karena perasaan bersalah, saya
segera keluarkan uang limapuluh-ribuan 2 lembar dan saya berikan padanya. Dia
berusaha meraih dan ingin mencium tangan saya, tetapi cepat-cepat saya
lepaskan. "ya sudah, ibu ambil saja, tidak usah dipikirkan!" saya
berusaha menjelaskannya. "Pak kalau jas hujannya saya pakai bagaimana?
Badan saya juga benar-benar kedinginan dan kasihan anak saya" kembali ibu
tersebut bertanya dan sekarang membuat saya heran. Saya bingung untuk
menjawabnya dan juga ragu memberikannya. Pikiran saya mulai bertanya-tanya,
Apakah ibu ini berusaha memeras saya dengan apa yang ditampilkannya di hadapan
saya? tapi saya entah mengapa saya benar-benar harus meng-ikhlas-kannya. Maka
saya berikan raincoat saya dan kali ini saya hanya tersenyum tidak berkata
sepatahpun.
Tiba tiba anaknya menangis dan
semakin lama semakin kencang. Ibu tersebut sangat berusaha menghiburnya dan
saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa? Saya keluarkan handphone
saya dan saya pinjamkan pada anak tersebut. Dia sedikit terhibur dengan
handphone tersebut, mungkin karena lampunya yang menyala. Saya biarkan ibu
tersebut menghibur anaknya memainkan handphone saya. Sementara itu saya
berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat
saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Mungkin sekitar 10 menit
saya hanya diam di shelter tersebut memandangi lalu lalang kendaraan. Kemudian
saya putuskan untuk segera pulang dan meninggalkan ibu dan anaknya tersebut.
Saya ambil helm dan saya nyalakan motor, saya pamit dan memohon maaf kalau
tidak bisa menemaninya. Saya jelaskan kalau isteri dan anak saya sudah menunggu
dirumah. Ibu itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada saya.
Dia meminta no telpon rumah saya dan
saya tidak menjawabnya, saya benar-benar lelah sekali dan saya berikan saja
kartu nama saya. Sesaat kemudian saya lanjutkan perjalanan saya.
Pagi yang cerah |
Saya hanya diam dan konsentrasi pada
jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya
tidak lagi mengenakan jaket dan raincoat ditambah gerimis kecil sepanjang
jalan. Dan ketika sampai di depan garasi dan saya ingin menelpon memberitahukan
ke isteri saya kalau saya sudah di depan rumah saya baru sadar kalau handphone
saya tertinggal dan masih berada di tangan anak tadi. Saya benar-benar kesal
dengan kebodohan saya. Sampai di dalam rumah saya berusaha menghubungi nomor
handphone saya tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. "Gila.Saya
benar-benar goblok, tidak lebih dari 30 menit saya kehilangan handphone dan
semua didalamnya" dengan suara tinggi, saya katakan itu kepada isteri saya
dan dia agak tekejut mendengarnya. Selanjutnya saya ceritakan pengalaman saya
kepadanya. Isteri saya berusaha menghibur saya dan mengajak saya agar
meng-ikhlaskan semuanya. "Mungkin Allah memang menggariskan jalan seperti
ini. Sudahlah sana mandi dan shalat dulu, kalau perlu tambah shalat shunah-nya
biar bisa lebih ikhlas" dia menjelaskan. Saya segera melakukannya dan
tidur.
Keesokan paginya saya terpaksa
berangkat kerja membawa mobil padahal hal ini, tidak terlalu saya suka. Saya
selalu merasa banyak waktu terbuang jika bekerja membawa mobil ketimbang naik
motor yang bisa lebih cepat mengatasi kemacetan. Kalaupun saya bawa motor saya
khawatir hujan karena kebetulan saya tidak ada cadangan jaket dan raincoat juga
sudah saya berikan kepada ibu dan anak tadi malam. Setelah mengantar isteri
yang kerja di salah satu bank swasta di sekitar depok saya langsung menuju
kantor tetapi pikiran saya terus melanglang buana terhadap kejadian tadi malam.
Saya belum benar-benar meng-ikhlaskan kejadian tadi malam bahkan sesekali saya
mengumpat dan mencaci ibu dan anak tersebut didalam hati karena telah menipu
saya.
Sampai di kantor, saya kaget melihat
sebuah bungkusan besar diselimuti kertas kado dan pita berada di atas meja
kerja saya. Saya tanya ke office boy, siapa yang mengantar barang tersebut. Dia
hanya menjawab dengan tersenyum kalau yang mengantar adalah supirnya ibu yang
tadi malam, katanya bapak kenal dengannya setelah pertemuan semalam bahkan dia
menambahkan kelihatannya dari orang berada karena mobilnya mercy yang bagus.
"Bapak selingkuh ya, pagi-pagi
sudah dapat hadiah dari perempuan ? tanyanya sedikit bercanda kepada saya. Saya
hanya tersenyum dan saya menanyakan apakah dia ingat plat nomor mobil orang
tersebut, office boy tersebut hanya menggelengkan kepala..
Segera saya buka kotak tersebut dan
"Ya Allah, semua milik saya kembali. Jaket, raincoat, handphone, kartu
nama dan uangnya. Yang membuat saya terkejut adalah uang yang dikembalikan
sebesar 2 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan kepadanya. Dan juga
selembar kertas yang tertulis ;
" Pak, terima kasih banyak atas
pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang saya pinjam dan
maafkan jika saya tidak sopan. Kemarin saya sudah tidak tahan dan mencoba lari
dari rumah setelah saya bertengkar hebat dengan suami saya karena beliau sering
terlambat pulang ke rumah dengan alasan pekerjaan. Bodohnya, dompet saya hilang
setelah saya berjalan-jalan dengan anak saya di Mall Cijantung. Sebenarnya saya
semalam ingin melanjutkan perjalanan ke rumah kakak saya di depok, tetapi saya
jadi bingung karena tidak ada lagi uang untuk ongkos makanya saya hanya berdiam
di hate bis itu. Setelah saya bertemu dan melihat bapak tadi malam, saya baru
menyadari bahwa apa yang suami saya lakukan adalah demi cinta dan masa depan
isteri dan anaknya juga. Salam dari suami saya untuk bapak. Salam juga dari
kami sekeluarga untuk anak-isteri bapak di rumah. Suami saya berharap, biarlah
bapak tidak mengetahui identitas kami dan biarlah menjadi pelajaran kami berdua
. Oh ya, maaf handphone bapak terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi
malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih.
Segera saya telpon isteri saya dan
saya ceritakan semua yang ada dihadapan saya. Isteri saya merasa bersyukur dan
meminta agar semua uangnya diserahkan saja ke mesjid terdekat sebagai amal
ibadah keluarga tersebut.
.... yah sedikit melo mungkin tetapi secara prinsip sangat membuka kembali hati seseorang untuk merubah paradigmanya dan mencoba bahasa kerenya ... open mind for a different view minjam status teman di BB hehe see u.....
Nasehat yg bagus :)
BalasHapus